Minggu, 01 Januari 2012

Mind Map Artikel Ilmiah “Peran Etika Berbahasa dalam Melamar Pekerjaan”
oleh Rawdotul Jannah






Peran Etika Berbahasa dalam Melamar Pekerjaan
oleh Rawdotul Jannah
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta

Abstrak
            Artikel ini membahas peran etika berbahasa dalam melamar pekerjaan. Judul artikel, peran etika berbahasa dalam melamar pekerjaan, dipilih karena termotivasi oleh pengalaman pribadi saat wawancara kerja pada suatu perusahaan. Etika berbahasa sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam melamar pekerjaan. Karena itu, penulis ingin berbagi pikiran akan masalah itu kepada pembaca sekalian. Dalam artikel ini, akan dibahas rambu-rambu etika berbahasa, pedoman normatif dalam perbincangan, dan seputar pertanyaan dalam wawancara kerja. Untuk dapat memudahkan pembaca dalam meramu isi artikel, terdapat rangkuman pada akhir pembahasan artikel ini. Kata kunci: etika berbahasa.

Latar Belakang
            Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Siapa yang ingin hidup haruslah bekerja. Karena tanpa bekerja, kita tidak dapat bertahan hidup di dunia ini. Dunia ini seakan-akan kejam. Ia seolah tak peduli siapa pun. Ia tetap menopang kehidupan manusia meskipun di atasnya banyak manusia yang meratap kelaparan, kehausan, kepanasan, dan kemiskinan. Baginya, hidup adalah persaingan. Karena itu, kita harus dapat bersaing dengan zaman yang terus melaju dengan pesatnya agar dapat bertahan hidup di dunia ini.
            Namun, ketika seseorang ingin mendapatkan pekerjaan, tidak serta-merta pekerjaan itu dapat diperoleh dengan mudah. Banyak orang yang membutuhkan pekerjaan sehingga sebanyak apa pun lapangan pekerjaan masih ada saja orang yang belum mendapatkan pekerjaan. Untuk memperoleh pekerjaan saja, kita harus melakukan sejumlah tes masuk kerja. Hasilnya tidak dapat dipastikan apakah seseorang itu lulus dari tes itu atau tidak lulus. Di sinilah letak keegoisan dunia yang kadang tidak pernah berpihak kepada yang lemah.
            Orang-orang yang pesimistis pasti akan kapok dalam melamar pekerjaan jika hasilnya selalu nihil. Padahal, ada kunci yang paling mujarab, yaitu  etika. Etika haruslah berawal dari melamar pekerjaan sampai dengan bekerja sesuai dengan keahliannya karena baik atau buruknya seseorang dapat dilihat berdasarkan pengamatan pada sikap, gaya bahasa dalam menjawab pertanyaan ketika wawancara kerja, cara berpakaian, cara duduk, dan cara berjalan. Etika berbahasa merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam hal apa pun. Karena itu, kita harus dapat menerapkan etika berbahasa dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam melamar pekerjaan.

Landasan Teori
1. Pengertian Etika
[1]Kata etika berasal dari bahasa Perancis étiquette. Etika atau bisa juga disebut etiket merupakan tata cara atau tingkah laku yang baik. Etika dapat pula diartikan sebagai peraturan atau ketentuan yang menetapkan tingkah laku yang baik dalam bergaul atau berhubungan dengan orang lain. [2]Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta, kewajiban, atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; atas 3 asas perilaku yang menjadi pedoman.
            Berdasarkan pengertian itu, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan tata cara atau peraturan untuk menetapkan tingkah laku yang baik atau yang buruk dalam bergaul atau berhubungan dengan orang lain.

2. Pengertian Bahasa
[3]Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Kridalaksana dalam buku Abdul Chaer (2007), bahasa itu adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis, bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
            Jadi, bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, bermakna, konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, alat interaksi sosial yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

3. Pengertian Etika Berbahasa
[4]Kesantunan berbahasa lebih berkenaan dengan substansi bahasanya, sedangkan etika berbahasa lebih berkenaan dengan perilaku atau tingkah laku di dalam bertutur. Dalam hal ini, Masinambouw (1984) mengatakan bahwa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat, berarti di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut etika berbahasa atau tata cara berbahasa menurut Geertz (1976).

Rencana Pemecahan Masalah
Untuk dapat diterima dengan baik pada suatu perusahaan, berikanlah kesan yang baik pada waktu pertama wawancara kerja dengan pihak perusahaan. Penting diingat bahwa kesan yang baik dapat diwujudkan melalui cara berbahasa yang baik dan tingkah laku yang baik. Hal ini berkaitan dengan etika berbahasa yang mengutamakan norma-norma dalam setiap tindak laku atau tingkah laku, seperti yang diungkapkan Geertz (1976). Etika berbahasa haruslah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga seseorang terbiasa dengan cara berbahasa yang santun dan baik, seperti ungkapan “ala bisa karena biasa”. Oleh karena itu, biasakanlah berbahasa dengan etika yang baik sehingga terbawa pada saat wawancara kerja.

Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui peran etika berbahasa dalam melamar pekerjaan.
2.      Memahami etika berbahasa yang harus diperhatikan dalam melamar pekerjaan.
3.      Berbagi ilmu dan pengetahuan dengan pihak lain.

Rambu-rambu Etika Berbahasa
[5]Etika berbahasa erat kaitannya dengan pemilian kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. Oleh karena itu, etika berbahasa ini, antara lain akan “mengatur” (a) apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu, (b) ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi sosiolonguistik dan budaya tertentu, (c) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain, (d) kapan kita harus diam, (e) bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu. Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia menguasai tata cara atau etika berbahasa itu.
Butir-butir aturan dalam etika berbahasa yang disebutkan di atas bukanlah merupakan hal yang terpisah, melainkan merupakan hal yang menyatu di dalam tindak laku berbahasa. Yang harus diperhatikan dalam butir (a) dan (b) ialah “Siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, tentang apa, kapan, dimana, dan dengan tujuan apa”. Butir (c) dan (d) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu pula dipahami agar seseorang bisa disebut sebagai orang yang dapat berbahasa. Seseorang tidak bisa seenaknya menyela pembicaraan orang lain dan untuk menyela harus diperhatikan waktu yang tepat, dan tentunya juga memberikan isyarat terlebih dahulu.
Butir (e) dalam aturan etika berbahasa menyangkut masalah kualitas suara dan gerak-gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan volume dan nada suara. Setiap budaya mempunyai aturan yang berbeda dalam mengatur volume dan nada suara. Para penutur dari Sumatera Utara yang berbahasa Batak terlihat menggunakan volume suara yang lebih tinggi dibanding dengan para penutur bahasa Sunda dan Jawa. Selain itu, untuk tujuan-tujuan tertentu volume dan nada suara ini biasanya berbeda. Karena itu, seseorang perlu memahami kualitas suara dan gerak-gerik dirinya dalam berbicara agar tidak menyinggung perasaan orang lain.

Pedoman Normatif dalam Perbincangan
[6]Berbincang-bincang merupakan komunikasi informal yang dilakukan antarsesama karyawan, karyawan dengan atasan, atau karyawan dengan orang lain. Berbincang-bincang bisa juga terjadi dalam lingkungan internal (perbincangan terjadi dalam lingkungan organisasi/perusahaan tempat kita bekerja), maupun dalam lingkungan eksternal (perbincangan terjadi di luar lingkungan organisasi/perusahaan tempat kita bekerja).
Wawancara kerja merupakan suatu perbincangan pula. Hanya saja, perbincangan tersebut dilakukan antara pihak perusahaan dengan pihak pelamar kerja yang berasal dari luar perusahaan.
Namun demikian, tidak ada salahnya jika seseorang yang ingin melamar pekerjaan mengetahui pedoman normatif dalam perbincangan. Hal ini dapat bermanfaat sebagai acuan ketika berbincang dengan pihak perusahaan.
Lukas dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa pedoman normatif di dalam melakukan perbincangan sehingga hubungan personal, kerja sama, performansi, citra diri, dan citra organisasi tetap terjaga. Beberapa pedoman normatif tersebut sebagai berikut.
1.      Pada saat melakukan perbincangan, hindari pembicaraan yang dapat merendahkan martabat atau harga diri orang lain. Sehubungan dengan hal ini, sewaktu berbincang-bincang hindari membicarakan kekurangan atau keburukan orang lain.
2.      Dalam perbincangan, kita tidak perlu memancing perdebatan atau saling bantah untuk menjaga hubungan personal dan relasi yang baik.
3.      Berilah kesempatan kepada pihak lain untuk menjaga hubungan personal dan relasi yang baik.
4.      Berilah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara. Sehubungan dengan hal ini, kita harus tanggap dan tahun kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan pihak lain sehingga kita tidak mendominasi ataupun “memborong” pembicaraan
5.      Kita tidak perlu berlagak tahu segalanya dan berbicara seolah-olah orang lain tidak tahu apa-apa.
6.     Tidak perlu memaksa orang yang pendiam atau pemalu untuk berbicara, apalagi sampai mempermalukan orang tersebut di hadapan umum.
7.      Berikan kesempatan pada setiap orang untuk terlibat dalam percakapan kelompok. Kita tidak perlu melakukan tindakan selektif dan diskriminatif, baik dengan ungkapan-ungkapan verbal maupun nonverbal.
8.      Pada saat kita berbicara, pandangan diarahkan pada wajah lawan bicara kita. Dengan demikian, pandangan kita tidak ke kaki, ke tangan, ke handphone yang kita pegang, atau ke mana-mana. Hal ini sebagai bentuk perhatian dan penghargaan kita terhadap lawan bicara kita.
9.      Hindari terlalu dekat dengan wajah lawan bicara kita pada saat berbincang-bingcang, kecuali berbisik. Berbisik dalam waktu yang relatif lama pun harus kita hindari pada saat berbincang-bincang dalam kelompok karena mungkin orang lain di sekitar kita akan terganggu, atau paling tidak merasa risih. Apabila memang berbisik perlu kita lakukan, mintalah izin pada orang-orang yang tergabung dalam kelompok perbincangan kita.
10.  Pada saat berbincang-bincang dalam lingkungan internal maupun eksternal, hindari tindakan membocorkan rahasia-rahasia organisasi/perusahaan kepada pihak-pihak yang tidak berkompeten.
11.  Hindari tindakan dan emosi yang berlebihan pada saat berbincang-bincang dalam kelompok, misalnya tertawa terlalu keras sehingga mengundang perhatian atau mengganggu orang-orang di sekitar.
12.  Kita perlu melihat situasi dan kondisi orang yang kita ajak bicara. Misalnya, bila orang tersebut belum menikah pada usia yang sudah semakin tua, kita tidak perlu membicarakan pernikahan dengan penuh semangat, atau membicarakan anak kita dengan kelucuannya kepada orang yang sudah lama menantikan kehadiran seorang anak.
13.  Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan melihat siapa orang yang kita ajak bicara. Misalnya, seorang karyawan muda tidak sepantasnya mengatakan “gue” ataupun “lu” saat bicara dengan karyawan yang lebih tua.
14.  Gunakan bahasa yang umum digunakan bila perbincangan terdiri atas beberapa suku atau ras. Misalnya, orang Jawa berkumpul dengan orang Sunda. Jangan sampai kita menggunakan bahasa Jawa untuk hal-hal rahasia untuk menyindir orang Sunda.
15.   Hindari bergosip dengan rekan kerja. Isi waktu istirahat kita di kantor dengan joke atau canda yang menyegarkan atau membahas hal-hal yang bersifat umum dan ringan.
16.  Kita tidak perlu membicarakan kelebihan kita secara terus terang, apalagi dengan nada sombong kepada rekan kerja, baik tentang kepandaian, kekayaan, atau jabatan kita.
17.  Selayaknya kita tidak perlu membicarakan keluarga kita dan permasalahannya kepada orang lain setiap saat karena akan membuat mereka jenuh, bahkan akan membuka aib keluarga kita sendiri.

Seputar Pertanyaan dalam Wawancara Kerja
            Menurut “Ron Fry” dalam bukunya yang berjudul “101 Toughest Interview
Question, seseorang harus selalu terfokus pada pencapaian terbaik di tempat Anda berkerja sebelumnya, kekuatan yang tercermin dalam diri anda dalam pencapain tersebut , bagaimana kekuatan Anda berguna untuk posisi yang Anda lamar, berikan contoh kinerja dan sifat Anda selama ini yang dapat membuat mereka merasa bahwa Anda adalah orang yang cocok untuk posisi yang ditawarkan.
Berkaitan dengan pertanyaan dalam wawancara kerja, seseorang yang ingin melamar pekerjaan perlu mengetahui pertanyaan yang biasa dipertanyakan dalam wawancara kerja. Dengan begitu, orang tersebut dapat mempersiapkan diri untuk dapat menjawab pertanyaan itu dengan jujur dan dengan bahasa yang beretika. [7]Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi mudah dijawab apabila seseorang menjadi diri sendiri, mengenali diri sendiri, dan mempromosikan diri. Berikut ini akan diuraikan seputar pertanyaan dalam wawancara kerja.

1. Ceritakan sedikit mengenai diri Anda?
Bentuk lain dari pertanyaan ini adalah ”Gambarkanlah diri Anda dalam lima kata!” atau ”Kata-kata apa saja yang dapat mewakili Anda?”. Untuk menjawab pertanyaan ini, seseorang harus menjelaskannya dengan menunjukan sikap positif, seperti perkerja keras, pantang menyerah, dan dapat berkerja dalam tekanan.

2. Apa kekuatan dan kelebihan Anda?
Hal yang perlu diingat mengenai pertanyaan ini adalah jangan membicarakan kelebihan yang dimiliki yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan posisi yang sedang ditawarkan. Misalnya, apabila posisi yang ditawarkan adalah marketing, tonjolkanlah
kelebihan-kelebihan di bidang sosialisasi, seperti mudah bergaul, selalu berpikir positif, pantang menyerah, senang berkawan, dan lain sebagainya.

3. Apa kelemahan atau kekurangan
Anda?
Pada dasarnya, pertannyaan ini sering ditanyakan dan tujuannya tidak
untuk menjatuhka, tetapi lebih kepada mengetahui bagaimana seseorang mengatasi kelemahan dan kekurangan tersebut. Jadi, pastikan setelah menyampaikan kelemahan atau kekurangan diri, jelaskan pula bagaimana mengatasi kelemahan tersebut dan pastikan kelemahan yang disebutkan tersebut tidak terlalu merugikan diri sendiri. Kita tidak perlu memilih kelemahan yang dapat menghancurkan kesempatan dan alihkan kelemahan kita menjadi kekuatan. Berikut ini merupakan beberapa kekurangan dan kelemahan yang nyata yang dapat menjadi kekuatan: a. Saya cenderung perfeksionis. b. Saya terlalu banyak menuntut pada diri sendiri.


4. Mengapa Anda berhenti dari perkerjaan sebelummnya?
Hati-hati dalam menjawab pertanyaan ini. Jangan pernah menjelek-jelekan atasan atau perusahaan tempat dulu kita berkerja. Sebaiknya, berikan jawaban, seperti ”Tidak adanya kersempatan pengembangan karier” atau ”Ingin mencoba hal baru”. Kita juga harus bersiap-siap apabila ditanyakan mengenai orang/teman yang dapat dihubungi di tempat kita bekerja dulu. Pertanyaan ini bisasanya untuk mengetahaui apakah seseorang meninggalkan perkerjaan yang dulu secara baik-baik atau tidak. Jadi, sangat penting untuk punya teman baik di tempat  kerja.

5. Berapa gaji yang Anda harapkan?
Karena ini adalah masalah yang peka dan penting, ada baiknya kita mempersiapkannya terlebih dahulu. Banyak pakar perekrutan kerja menganjurkan seseorang menaikan 20-30% dari gaji terakhir yang diterima karena kebanyakan para pewawancara
menjadikan gaji terakhir sebagai patokan bagi pemberi kerja yang baru. Kita harus mengemas diri untuk layak menerima gaji tersebut. Jangan memasang gaji terlalu tinggi maupun terlalu rendah karena dapat merugikan diri sendiri. Kita dapat berkonsultasi kepada teman yang memiliki profesi sama pada kota atau wilayah yang sama karena kota
yang berbeda memiliki standar gaji yang berbeda pula.

6. Apa yang Anda ketahui mengenai perusahaan kami? Mengapa Anda memilih perusahaan ini?
Biasanya, pertanyaan ini diberikan oleh pewawancara dari perusahaan-perusahaan besar dan biasanya mereka memiliki alamat website sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari mengenai perusahaan tersebut. Pastikan kita mempelajari mengenai perusahaan mereka dan dapat menjawab mengenai perusahaan pewawancara sehingga terkesan bahwa kita menaruh minat yang lebih terhadap perusahaan tersebut. Hindari memberikan jawaban ”Saya meilih perkerjaan ini karena saya butuh perkerjaan” atau ”Saya memilih perusahaan ini kerena memiliki reputasi yang baik”, tetapi jelaskan dan ditambahkan sedikit pujian mengapa perusahaan ini memiliki reputasi baik di mata masyarakat sehingga memberikan kesan bahwa kita telah mengenali perusahaan mereka.

7. Kemana Anda melihat diri Anda 5-10 tahun ke depan?
Pertanyaan ini bisanya untuk melihat tingkat keseriusan dan minat seseorang terhadap posisi yang ditawarkan atau hanya menjadikannya batu loncatan sambil menunggu mendapatkan perkerjaan yang lebih baik. Kita sebaiknya menjawab pertanyaan ini dengan etos kita bekerja dan nilai-nilai kita dalam bekerja secara profesional serta strategi-strategi kita untuk mencapai hal tersebut.

8. Kenapa kami harus menerima Anda?
Pertanyaan ini adalah untuk mengukur tingkat percaya diri seseorang. Karena itu, kita harus dapat memaparkan kelebihan-kelebihan kita yang berguna bagi perusahaan ini dengan percaya diri dan tulus. Hati-hati dalam mengungkapkan sesuatu. Jangan sampai kita dianggap terlalu sombong atau membual.

9. Pertanyaan-pertanyaan aneh
Contoh pertanyaan-pertanyaan aneh yang dimaksud seperti: ”Apabila Anda dilahirkan kembali dan dan disuruh memilih antara menjadi kucing atau menjadi pohan, apa yang Anda pilih?”. Pertanyaan ini adalah untuk menguji peserta wawancara dalam menghadapi masalah yang sulit atau jalan buntu terhadap masalah yang tak terduga. Untuk menyiasati pertanyaan-pertanyaan seperti ini, kita harus bersikap tenang, menjawab yang menurut kita benar, dan berikan alasan kita secara percaya diri. Contoh: saya memilih menjadi pohon agar bisa melindingi bumi dan lain-lain.
            Dari kesembilan pertanyaan di atas, terasa sekali peran etika berbahasa dalam menjawab pertanyaan saat wawancara kerja. Karena itu, kita perlu memahami etika berbahasa dalam berkomunikasi, khususnya dalam melamar pekerjaan.

Kesimpulan
            Seseorang perlu mengetahui bahwa etika berbahasa merupakan sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya. Jika sudah memahami hal itu, kita harus mempraktikkan etika berbahasa dalam kehidupan sehari-hari agar terbiasa sehingga terbawa pada saat melamar pekerjaan. Kita harus memperhatikan rambu-rambu etika berbahasa seperti yang sudah dijelaskan, kemudian dari rambu-rambu itu kita mencoba menerapkannya dalam perbincangan dengan memperhatikan pedoman normatif dalam perbincangan dan juga menerapkannya saat menjawab pertanyaan dalam wawancara kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwiantara, Lukas. 2006. Etiket di Tempat Kerja: Kiat Praktis Meningkatkan Profesionalitas Diri. Yogyakarta: Kanisius.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia Elektrik.


Sumber internet:




[1] Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto,Etiket di Tempat Kerja Kiat Praktis Meningkatkan Profesionalitas Diri,(Yogyakarta: Kanisius, 2006),hlm. 1.
[2] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Bahasa Indonesia Elektrik,hlm. 47.
[3] Abdul Chaer,Linguistik Umum,(Jakarta: Rineka Cipta, 2007),hlm. 32.
[4] Abdul Chaer,Kesantunan Berbahasa,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010),hlm. 6.
[5] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,Sosiolinguistik Perkenalan Awal,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010),hlm. 172.
[6] Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto,Etiket di Tempat Kerja Kiat Praktis Meningkatkan Profesionalitas Diri,(Yogyakarta: Kanisius, 2006),hlm. 115.


2 komentar:

KEBULAN mengatakan...

Artikel ilmiah Jannah sudah sesuai dengan mindmapnya. Pembahasan masalah sudah sangat jelas dan sangat lengkap dipaparkan. Pemaparan tersebut bahkan sangat mendetail dengan penggunaan bahasa yang lumayan mudah dipahami. Akurasi data pun nampaknya sudah tak diragukan lagi karena Jannah sudah cukup banyak mencantumkan referensi.
Namun sayang, artikel ilmiah ini saya rasa sistematikanya lebih mirip dengan makalah ilmiah.

FIFY FILDZAH HABIBAH (2115091110)
3-B

KEBULAN mengatakan...

pertama mindmap yang dibuat oleh Jannah terlalu jelas. untuk ukuran mind map, Jannah seperti menjelaskan pengembangan secara keseluruhan. meski begitu antara mind map dengan pengembangannya sudah sesuai.
namun, ada beberapa hal yang dibaca, artikel ini tidak seprti artikel ilmiah. pertama karena menggunakan landasan teori yang mana ini hanya untuk makalah. selain itu artikel ini lebih mengarah pada tips.

Umi Chairunnisa
2115091854
3B