Mind Map Artikel Ilmiah
- Artikel Ilmiah -
PENTINGNYA
SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA NASIONAL KITA
Oleh
Fify Fildzah Habibah (2115091110)
Kelas
3-B
1.
Pendahuluan
Sumpah Pemuda yang
dicetuskan oleh para pemuda di tahun 1928 telah melahirkan sumpah suci yang
memberikan landasan bagi kesadaran kita untuk bersatu dalam bertanah air dan
berbangsa dengan satu sikap sama dalam menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Pernyataan yang terkandung dalam sumpah ketiaga itu telah
menempatkan bahasa Indonesia pada kedudukan yang terhormat yaitu sebagai bahasa
nasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berlatar rasa psikologis
yang sama, maksudnya, bahasa nasional ini terlahir dari perasaan sama-sama
pernah terjajah, sama-sama penderitaannya, sehingga menjadikan bahasa Indonesia
menjadi alat pemersatu bangsa, pada waktu itu. Lalu kini? Semangat juang itu
laksana padam. Kini bahasa Indonesia hanya dilandaskan sebagai “alat
komunikasi” bagi kebanyakan orang. Itu pun masih terjadi interferensi di
sana-sini dalam penggunaannya. Rupanya pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah
masih kurang. Kenapa pelajaran sejarah? Ya karena banyak sekali orang-orang
yang tidak tahu perjuangan bertahun silam para pemuda bangsa ini untuk
menelurkan dan menetaskan pilar-pilar bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda 1928!
Menyadari hal tersebut, maka penting bagi kita, bagi
pecinta bangsa ini, bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk bersikap positif terhadap
bahasa Indonesia. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
akan tetap terhormat bila kita mampu bersikap positif terhadap bahasa
Indonesia. Bukan tak mungkin sikap positif tersebut membawa serta negara ini
menuju bangsa yang lebih bermartabat karena negara yang bermartabat adalah
negara yang warga masyarakatnya mampu menjunjung tinggi bahasa persatuan.
2.
Sikap Negatif terhadap Bahasa Nasional Kita
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia mempunyai empat fungsi yaitu sebagai lambang kebanggaan nasional,
sebagai lambang identitas nasional, sebagai alat persatuan bangsa, dan sebagai
alat penghubung antarbudaya dan antardaerah. Fungsi pertama disebut sebagai
fungsi pelambang kebanggaan. Fungsi kedua dapat disebut sebagai pelambang
identitas nasional. Fungsi ketiga dapat disebut sebagai alat persatuan bangsa.
Fungsi keempat dapat disebut sebagai alat penghubung budaya dan daerah.[1] Berdasarkan
pemahaman di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia memang memiliki kedudukan
dan fungsi yang sangat penting dalam pembentukan rasa nasionalisme yakni
semangat juang untuk lebih memajukan bangsa ini, melalui bahasa Indonesia. Hal
ini berarti di dalam bahasa Indonesia, terhembus nafas kebanggaan, jati diri,
persatuan, dan penghubung kemajemukan.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
akan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasar rasa kebanggaan
nasional. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia harus mempunyai
jati dirinya sendiri. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia memungkinkan
terbinanya semangat nasionalisme di kalangan suku-suku bangsa Indonesia.
Sebagai alat penghubung antarbudaya dan antardaerah, bahasa Indonesia dapat
menjadi jembatan budaya antara berbagai suku bangsa dan antara bangsa.[2]
Kembali ke permasalahan awal, sikap kita terhadap bahasa
Indonesia dapat dikatakan cenderung “negatif”. Banyak sekali terjadi
penyimpangan (interferensi) dalam bercakap sehari-hari. Interferensi dalam
bentuk lisan misalnya penyebutan istilah “AC” dan “WC”. Seperti yang lazim
diketahui, AC (Air Conditioner)
adalah alat elektronik yang mampu membuat/mengeluarkan udara dingin dengan
menyerap panas dari luar. Sedangkan WC (Water
Closet) merupakan sarana untuk mandi dan cuci kakus (MCK). Berdasarkan
pengalaman sehari-hari, hampir semua orang menyebut istilah “AC” dan “WC”
dengan sebutan /a-se/ dan /we-se/. Padahal penyebutan yang benar untuk istilah
“AC” dalam bahasa Indonesia adalah “pendingin ruangan” dan “WC” adalah “MCK
(mandi cuci kakus)”. Atau bila memang penyebutan bahasa indonesianya lebih
panjang dan rumit, mereka seharusnya cukup menyebut kedua istilah (pemendekan)
asing tersebut dengan apa adanya. “AC” disebut /a-ce/ bukan /a-se/ dan “WC”
disebut /we-ce/ bukan /we-se/. Jika memang ingin menggunakan kedua istilah
asing tersebut dengan bahasanya, mengapa tidak secara “sepenuhnya” digunakan?
Jadi /ei-si/ atau Air Conditioner
untuk AC dan /dabelyu-si/ atau Water Closet untuk WC. Itu merupakan satu di antara banyak interferensi yang terjadi
pada bahasa Indonesia. Cermatilah penggunaan bahasa di sekitar Anda dan temukan
sendiri betapa banyak interferensi yang terjadi di dalamnya.
Bahasa asing merupakan faktor pertama yang diduga-duga mampu
dan telah banyak menggeser kedudukan sang Bahasa Nasional kita Yang Terhormat. Orang-orang
cenderung lebih suka mengatakan “thanks” dari pada “terima kasih”, lebih suka
mengatakan “sorry” ketimbang “maaf”, lebih suka mengatakan istilah dalam bahasa
asing lainnya bercampur dengan bahasa Indonesia. “Suka” dalam konteks ini
memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah “suka” yang berarti secara sadar
memang memiliki perasaan “senang” dan “gengsi” menggunakan bahasa asing dalam
komunikasinya. Makna “suka” yang kedua
adalah secara spontan dengan intens menggunakan bahasa asing karena faktor
“kebiasaan” atau “terpengaruh” oleh lingkungan yang orang-orang di dalamnya
juga cenderung menggunakan bahasa asing tersebut.
Menghadapi arus globalisasi, memang perlu bagi kita untuk
menambah daftar kekuasaan kita terhadap bahasa asing. Sikap belajar bahasa
asing dalam konteks ini bukanlah suatu sikap yang negatif. Akan sangat baik
bila masyarakat kita banyak yang bisa berbahasa asing. Namun hal ini janganlah
dijadikan alasan untuk tidak lagi menghormati bahasa nasional kita. Paling baik
lagi, orang-orang yang ingin belajar atau menggunakan bahasa asing, hendaknya terlebih
dahulu memperbaiki kualitas pemahaman mereka terhadap bahasa Indonesia itu
sendiri.
Dari pengalaman pribadi di tempat saya bekerja di sebuah
tempat kursus bahasa Inggris, saya bercerita kepada rekan saya mengenai
beberapa negara di Asia Tenggara yang sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa resmi negaranya. Maksud saya mengatakan hal yang demikian adalah untuk
menyampaikan bahwa betapa mirisnya negara-negara tersebut yang memiliki bahasa
nasional tetapi bahasa itu tidak dijadikan bahasa resmi kenegaraannya. Betapa
beruntungnya kita yang masih menjadikan bahasa nasionalnya sebagai bahasa resmi
kenegaraan, karena dari situ tecerminlah semangat persatuan bangsa ini dalam
segala bentuk aktivitas kenegaraan. Namun rekan saya menanggapi lain. Ia malah
(dengan bersemangatnya) berkata bahwa seharusnya negara Indonesia mencontoh
negara-negara tersebut. Rekan saya berpikir, negara ini kalau tidak mau menjadi
negara yang tertinggal patutlah menjadi negara yang menjadikan bahasa Inggris
sebagai bahasa resminya. Ya ampun! Tidak tahukah ia bahwa Bahasa Indonesia
adalah bahasa yang disosialisasikan sebagai syarat berdirinya negara ini?
Yang terjadi dan terucapkan oleh rekan saya tersebut
merupakan salah satu sikap yang jelas-jelas negatif terhadap bahasa nasional
kita, bahasa Indonesia. Lalu bagaimanakah dengan penerapan sikap positif
terhadap bahasa Indonesia?
3.
Penumbuhan Sikap Positif
Sikap adalah kesiapan bereaksi. Sikap adalah kesiapan
mental dan syaraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau
pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan
yang menyangkut sikap itu. Batasan tersebut dikemukakan oleh Halim dalam Tasai
dan Zaidan (2009: 1.5). Sikap itu sendiri mempunyai tiga komponen yaitu
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Komponen kognitif
adalah pengetahuan tentang bahasa secara keseluruhan sampai dengan penggolongan
serta hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai bahasa Indonesia, bahasa asing,
dan bahasa daerah.[3] Dalam pemahaman ini, sikap
positif terhadap bahasa Indonesia berarti mengetahui “ilmunya”. Bahasa
Indonesia bukan bahasa yang tidak memiliki kaidah-kaidah di dalamnya. Kaidah
berarti aturan dasar yang patut dilaksanakan. Bersikap positif dalam secara
kognitif berarti mengetahui segala hal tentang bahasa Indonesia serta memahami
hubungannya dengan bahasa di luar bahasa Indonesia.
Komponen afektif (Halim dalam Tasai dan Zaidan, 2009:
1.5) menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan dan
gagasan yang terdapat di dalam komponen kognitif. Apabila seseorang memiliki
nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan dan
memperlihatkan kesukaannya itu, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki
sikap positif. Dan berlaku pula sebaliknya. Terkait dengan sikap positif
terhadap bahasa Indonesia, maka sikap positif di sini lebih kepada perasaan
senang karena bangga menggunakan bahasa Indonesia. Ketahuilah, rasa bangga
terhadap sesuatu dapat memunculkan kesenangan menggunakan dan merasai sesuatu
itu.
Komponen perilaku berhubungan erat dengan kecenderungan
berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu. Dalam hubungan itu, ada nilai moral
yang muncul.[4] Perilaku positif terhadap
bahasa Indonesia dalam hal ini adalah perilaku bertanggung jawab dalam
mempertahankan bahasa Indonesia agar menjadi bahasa nasional yang seyogyanya
memiliki empat kedudukan dan fungsi yang telah dijabarkan sebelumnya. Perilaku
bertanggung jawab ini berarti perilaku yang mampu mempertahankan bahasa
Indonesia tetap berkedudukan dan berfungsi sebagaimana mestinya sebagai bahasa
nasional.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tasai dan Zaidan
(2009: 1.6) yang menyatakan, jika pada Anda telah tumbuh rasa bangga, rasa
cinta, rasa memiliki, dan rasa bertanggung jawab untuk mempertahankan bahasa
Indonesia, berarti pada Anda telah tumbuh sikap yang positif terhadap bahasa
Indonesia. Jika Anda telah berhasil menumbuhkan rasa bangga, rasa cinta, rasa
memiliki, dan rasa bertanggung jawab untuk mempertahankan bahasa Indonesia pada
khalayak, berarti Anda telah berhasil menumbuhkan sikap yang positif terhadap
bahasa nasional kita, bahasa Indonesia, kepada khalayak tersebut.
4.
Simpulan
Berteguh pada hal yang telah dipaparkan di atas,
pentingnya sikap positif terhadap bahasa nasional kita, bahasa Indonesia,
mudah-mudahan cukup tergambarkan. Dengan penuh kesadaran, pahamilah bahwa
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki kedudukan dan fungsi yang
menjadi pilar-pilar penopang persatuan bangsa ini. Maka dari itu, merasa
membanggai, merasa mencintai, merasa memiliki, serta merasa harus bertanggung
jawab dalam mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional agar berjalan sebagaimana mestinya merupakan sikap positif terhadap
bahasa nasional kita. Dengan kata lain, penumbuhan sikap positif terhadap
bahasa Indonesia merupakan salah satu upaya mewujudkan negara yang sejatinya
nasionalis dan negara yang bersatu dalam kemajemukan. Perlu ditekankan bahwa
sikap positif ini sama sekali bukanlah sikap merendahkan bahasa lain untuk
menumbuhkan jiwa nasionalisme tersebut pada diri Anda.
Daftar
Rujukan
Akhadiah, Sabarti dkk. 2003. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi.
Flores: Nusa Indah.
Tasai, Amran dan Abdul Rozak Zaidan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
LAMPIRAN
[1] Amran Tasai dan Abdul Rozak
Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), hlm. 3.14.
[2] Amran Tasai dan Abdul Rozak
Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), hlm. 3.14.
[3] Amran Tasai dan Abdul Rozak
Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), hlm. 1.5.
[4] Amran Tasai dan Abdul Rozak
Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009), hlm. 1.5.
3 komentar:
Pengembangan yang ditulis oleh penulis sudah sesuai dengan mind mapnya. Masalah yang diangkat pun berangkat dari kehidupan sehari-hari mengenai pemakaian bahasa Indonesia dan menumbuhkan nilai positif terhadap bahasa Indonesia. Pemilihan katanya sudah baik, hanya saja ada beberapa kesalahan teknik pada penulisan seperti pada paragraf satu bagian pendahuluan yakni “ketiaga”, yang mana seharusnya “ketiga”. Pada paragraf dua bagian pembahasan mengenai Sikap Negatif terhadap Bahasa Nasional Kita, terdapat kata “mendasar” yang mana seharusnya “mendasari” dan pada paragraf lima terdapat kata “Paling baik lagi” yang terasa kurang pas, seharusnya “lebih baik lagi”. Meskipun terdapat beberapa kesalahan teknik dan pemilihan kata, secara keseluruhan artikel tersebut sudah dapat dikatakan baik.
Raden Firda Siti Humaeroh (2115091875). ^__^
Komentar oleh: Rawdotul Jannah
Setelah membaca mind map dan pengembangan yang dibuat oleh Fify, dapat dikatakan bahwa keduanya sudah sejalan. Pengembangan artikel ilmiah yang dibuat ini sudah sesuai dengan mind map-nya. Fify menuliskan paragraf demi paragraf secara runtut dan lengkap. Setiap pembahasan dibahas secara detail dan rapi. Fungsi dari tiap bagian sudah sesuai. Pendahuluan berfungsi untuk mengutarakan masalah yang ingin dibahas. Isi berfungsi sebagai penjelasan terhadap materi yang ingin dijelaskan. Kesimpulan berfungsi untuk menjawab permasalahan yang ada. Penalaran dalam artikel ini, yaitu penalaran deduktif yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus, yaitu penjelasan terlebih dahulu, kemudian ditarik kesimpulannya. Namun, terdapat beberapa kesalahan dalam pemilihan kata dan kesalahan dalam tanda baca. Misalnya, pada kalimat pertama, kata di tahun kurang tepat. Seharusnya, kata di diganti dengan kata pada. Di samping itu, kurangnya pemakaian tanda koma sebelum kata yaitu dan kurangnya tanda koma sesudah kata namun dan padahal pada kalimat-kalimat tertentu. Selebihnya, tulisan ini sudah baik.
Komentar oleh: Rawdotul Jannah
Setelah membaca mind map dan pengembangan yang dibuat oleh Fify, dapat dikatakan bahwa keduanya sudah sejalan. Pengembangan artikel ilmiah yang dibuat ini sudah sesuai dengan mind map-nya. Fify menuliskan paragraf demi paragraf secara runtut dan lengkap. Setiap pembahasan dibahas secara detail dan rapi. Fungsi dari tiap bagian sudah sesuai. Pendahuluan berfungsi untuk mengutarakan masalah yang ingin dibahas. Isi berfungsi sebagai penjelasan terhadap materi yang ingin dijelaskan. Kesimpulan berfungsi untuk menjawab permasalahan yang ada. Penalaran dalam artikel ini, yaitu penalaran deduktif yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus, yaitu penjelasan terlebih dahulu, kemudian ditarik kesimpulannya. Namun, terdapat beberapa kesalahan dalam pemilihan kata dan kesalahan dalam tanda baca. Misalnya, pada kalimat pertama, kata di tahun kurang tepat. Seharusnya, kata di diganti dengan kata pada. Di samping itu, kurangnya pemakaian tanda koma sebelum kata yaitu dan kurangnya tanda koma sesudah kata namun dan padahal pada kalimat-kalimat tertentu. Selebihnya, tulisan ini sudah baik.
Posting Komentar