Sabtu, 31 Desember 2011

Artikel Ilmiah : PENTINGNYA SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA NASIONAL KITA Oleh Fify Fildzah Habibah

Mind Map Artikel Ilmiah


-  Artikel Ilmiah -
PENTINGNYA SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA NASIONAL KITA
Oleh Fify Fildzah Habibah (2115091110)
Kelas 3-B

1.         Pendahuluan
Sumpah Pemuda  yang dicetuskan oleh para pemuda di tahun 1928 telah melahirkan sumpah suci yang memberikan landasan bagi kesadaran kita untuk bersatu dalam bertanah air dan berbangsa dengan satu sikap sama dalam menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Pernyataan yang terkandung dalam sumpah ketiaga itu telah menempatkan bahasa Indonesia pada kedudukan yang terhormat yaitu sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berlatar rasa psikologis yang sama, maksudnya, bahasa nasional ini terlahir dari perasaan sama-sama pernah terjajah, sama-sama penderitaannya, sehingga menjadikan bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu bangsa, pada waktu itu. Lalu kini? Semangat juang itu laksana padam. Kini bahasa Indonesia hanya dilandaskan sebagai “alat komunikasi” bagi kebanyakan orang. Itu pun masih terjadi interferensi di sana-sini dalam penggunaannya. Rupanya pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah masih kurang. Kenapa pelajaran sejarah? Ya karena banyak sekali orang-orang yang tidak tahu perjuangan bertahun silam para pemuda bangsa ini untuk menelurkan dan menetaskan pilar-pilar bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda 1928!
Menyadari hal tersebut, maka penting bagi kita, bagi pecinta bangsa ini, bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk bersikap positif terhadap bahasa Indonesia. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional akan tetap terhormat bila kita mampu bersikap positif terhadap bahasa Indonesia. Bukan tak mungkin sikap positif tersebut membawa serta negara ini menuju bangsa yang lebih bermartabat karena negara yang bermartabat adalah negara yang warga masyarakatnya mampu menjunjung tinggi bahasa persatuan.

2.         Sikap Negatif terhadap Bahasa Nasional Kita
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai empat fungsi yaitu sebagai lambang kebanggaan nasional, sebagai lambang identitas nasional, sebagai alat persatuan bangsa, dan sebagai alat penghubung antarbudaya dan antardaerah. Fungsi pertama disebut sebagai fungsi pelambang kebanggaan. Fungsi kedua dapat disebut sebagai pelambang identitas nasional. Fungsi ketiga dapat disebut sebagai alat persatuan bangsa. Fungsi keempat dapat disebut sebagai alat penghubung budaya dan daerah.[1] Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia memang memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting dalam pembentukan rasa nasionalisme yakni semangat juang untuk lebih memajukan bangsa ini, melalui bahasa Indonesia. Hal ini berarti di dalam bahasa Indonesia, terhembus nafas kebanggaan, jati diri, persatuan, dan penghubung kemajemukan.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia akan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasar rasa kebanggaan nasional. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia harus mempunyai jati dirinya sendiri. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia memungkinkan terbinanya semangat nasionalisme di kalangan suku-suku bangsa Indonesia. Sebagai alat penghubung antarbudaya dan antardaerah, bahasa Indonesia dapat menjadi jembatan budaya antara berbagai suku bangsa dan antara bangsa.[2]
Kembali ke permasalahan awal, sikap kita terhadap bahasa Indonesia dapat dikatakan cenderung “negatif”. Banyak sekali terjadi penyimpangan (interferensi) dalam bercakap sehari-hari. Interferensi dalam bentuk lisan misalnya penyebutan istilah “AC” dan “WC”. Seperti yang lazim diketahui, AC (Air Conditioner) adalah alat elektronik yang mampu membuat/mengeluarkan udara dingin dengan menyerap panas dari luar. Sedangkan WC (Water Closet) merupakan sarana untuk mandi dan cuci kakus (MCK). Berdasarkan pengalaman sehari-hari, hampir semua orang menyebut istilah “AC” dan “WC” dengan sebutan /a-se/ dan /we-se/. Padahal penyebutan yang benar untuk istilah “AC” dalam bahasa Indonesia adalah “pendingin ruangan” dan “WC” adalah “MCK (mandi cuci kakus)”. Atau bila memang penyebutan bahasa indonesianya lebih panjang dan rumit, mereka seharusnya cukup menyebut kedua istilah (pemendekan) asing tersebut dengan apa adanya. “AC” disebut /a-ce/ bukan /a-se/ dan “WC” disebut /we-ce/ bukan /we-se/. Jika memang ingin menggunakan kedua istilah asing tersebut dengan bahasanya, mengapa tidak secara “sepenuhnya” digunakan? Jadi /ei-si/ atau Air Conditioner untuk AC dan /dabelyu-si/ atau Water Closet untuk WC. Itu merupakan satu di antara banyak interferensi yang terjadi pada bahasa Indonesia. Cermatilah penggunaan bahasa di sekitar Anda dan temukan sendiri betapa banyak interferensi yang terjadi di dalamnya.
Bahasa asing merupakan faktor pertama yang diduga-duga mampu dan telah banyak menggeser kedudukan sang Bahasa Nasional kita Yang Terhormat. Orang-orang cenderung lebih suka mengatakan “thanks” dari pada “terima kasih”, lebih suka mengatakan “sorry” ketimbang “maaf”, lebih suka mengatakan istilah dalam bahasa asing lainnya bercampur dengan bahasa Indonesia. “Suka” dalam konteks ini memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah “suka” yang berarti secara sadar memang memiliki perasaan “senang” dan “gengsi” menggunakan bahasa asing dalam komunikasinya.  Makna “suka” yang kedua adalah secara spontan dengan intens menggunakan bahasa asing karena faktor “kebiasaan” atau “terpengaruh” oleh lingkungan yang orang-orang di dalamnya juga cenderung menggunakan bahasa asing tersebut.
Menghadapi arus globalisasi, memang perlu bagi kita untuk menambah daftar kekuasaan kita terhadap bahasa asing. Sikap belajar bahasa asing dalam konteks ini bukanlah suatu sikap yang negatif. Akan sangat baik bila masyarakat kita banyak yang bisa berbahasa asing. Namun hal ini janganlah dijadikan alasan untuk tidak lagi menghormati bahasa nasional kita. Paling baik lagi, orang-orang yang ingin belajar atau menggunakan bahasa asing, hendaknya terlebih dahulu memperbaiki kualitas pemahaman mereka terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.
Dari pengalaman pribadi di tempat saya bekerja di sebuah tempat kursus bahasa Inggris, saya bercerita kepada rekan saya mengenai beberapa negara di Asia Tenggara yang sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negaranya. Maksud saya mengatakan hal yang demikian adalah untuk menyampaikan bahwa betapa mirisnya negara-negara tersebut yang memiliki bahasa nasional tetapi bahasa itu tidak dijadikan bahasa resmi kenegaraannya. Betapa beruntungnya kita yang masih menjadikan bahasa nasionalnya sebagai bahasa resmi kenegaraan, karena dari situ tecerminlah semangat persatuan bangsa ini dalam segala bentuk aktivitas kenegaraan. Namun rekan saya menanggapi lain. Ia malah (dengan bersemangatnya) berkata bahwa seharusnya negara Indonesia mencontoh negara-negara tersebut. Rekan saya berpikir, negara ini kalau tidak mau menjadi negara yang tertinggal patutlah menjadi negara yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya. Ya ampun! Tidak tahukah ia bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang disosialisasikan sebagai syarat berdirinya negara ini?
Yang terjadi dan terucapkan oleh rekan saya tersebut merupakan salah satu sikap yang jelas-jelas negatif terhadap bahasa nasional kita, bahasa Indonesia. Lalu bagaimanakah dengan penerapan sikap positif terhadap bahasa Indonesia?

3.         Penumbuhan Sikap Positif
Sikap adalah kesiapan bereaksi. Sikap adalah kesiapan mental dan syaraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu. Batasan tersebut dikemukakan oleh Halim dalam Tasai dan Zaidan (2009: 1.5). Sikap itu sendiri mempunyai tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku. Komponen kognitif adalah pengetahuan tentang bahasa secara keseluruhan sampai dengan penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah.[3] Dalam pemahaman ini, sikap positif terhadap bahasa Indonesia berarti mengetahui “ilmunya”. Bahasa Indonesia bukan bahasa yang tidak memiliki kaidah-kaidah di dalamnya. Kaidah berarti aturan dasar yang patut dilaksanakan. Bersikap positif dalam secara kognitif berarti mengetahui segala hal tentang bahasa Indonesia serta memahami hubungannya dengan bahasa di luar bahasa Indonesia.
Komponen afektif (Halim dalam Tasai dan Zaidan, 2009: 1.5) menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai pengetahuan dan gagasan yang terdapat di dalam komponen kognitif. Apabila seseorang memiliki nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan dan memperlihatkan kesukaannya itu, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki sikap positif. Dan berlaku pula sebaliknya. Terkait dengan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, maka sikap positif di sini lebih kepada perasaan senang karena bangga menggunakan bahasa Indonesia. Ketahuilah, rasa bangga terhadap sesuatu dapat memunculkan kesenangan menggunakan dan merasai sesuatu itu.
Komponen perilaku berhubungan erat dengan kecenderungan berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu. Dalam hubungan itu, ada nilai moral yang muncul.[4] Perilaku positif terhadap bahasa Indonesia dalam hal ini adalah perilaku bertanggung jawab dalam mempertahankan bahasa Indonesia agar menjadi bahasa nasional yang seyogyanya memiliki empat kedudukan dan fungsi yang telah dijabarkan sebelumnya. Perilaku bertanggung jawab ini berarti perilaku yang mampu mempertahankan bahasa Indonesia tetap berkedudukan dan berfungsi sebagaimana mestinya sebagai bahasa nasional.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tasai dan Zaidan (2009: 1.6) yang menyatakan, jika pada Anda telah tumbuh rasa bangga, rasa cinta, rasa memiliki, dan rasa bertanggung jawab untuk mempertahankan bahasa Indonesia, berarti pada Anda telah tumbuh sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Jika Anda telah berhasil menumbuhkan rasa bangga, rasa cinta, rasa memiliki, dan rasa bertanggung jawab untuk mempertahankan bahasa Indonesia pada khalayak, berarti Anda telah berhasil menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa nasional kita, bahasa Indonesia, kepada khalayak tersebut.

4.         Simpulan
Berteguh pada hal yang telah dipaparkan di atas, pentingnya sikap positif terhadap bahasa nasional kita, bahasa Indonesia, mudah-mudahan cukup tergambarkan. Dengan penuh kesadaran, pahamilah bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki kedudukan dan fungsi yang menjadi pilar-pilar penopang persatuan bangsa ini. Maka dari itu, merasa membanggai, merasa mencintai, merasa memiliki, serta merasa harus bertanggung jawab dalam mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional agar berjalan sebagaimana mestinya merupakan sikap positif terhadap bahasa nasional kita. Dengan kata lain, penumbuhan sikap positif terhadap bahasa Indonesia merupakan salah satu upaya mewujudkan negara yang sejatinya nasionalis dan negara yang bersatu dalam kemajemukan. Perlu ditekankan bahwa sikap positif ini sama sekali bukanlah sikap merendahkan bahasa lain untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme tersebut pada diri Anda.

Daftar Rujukan
Akhadiah, Sabarti dkk. 2003. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Flores:  Nusa Indah.
Tasai, Amran dan Abdul Rozak Zaidan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.


LAMPIRAN







[1] Amran Tasai dan Abdul Rozak Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 3.14.
[2] Amran Tasai dan Abdul Rozak Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 3.14.
[3] Amran Tasai dan Abdul Rozak Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 1.5.
[4] Amran Tasai dan Abdul Rozak Zaidan., “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia” (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 1.5.


3 komentar:

KEBULAN mengatakan...

Pengembangan yang ditulis oleh penulis sudah sesuai dengan mind mapnya. Masalah yang diangkat pun berangkat dari kehidupan sehari-hari mengenai pemakaian bahasa Indonesia dan menumbuhkan nilai positif terhadap bahasa Indonesia. Pemilihan katanya sudah baik, hanya saja ada beberapa kesalahan teknik pada penulisan seperti pada paragraf satu bagian pendahuluan yakni “ketiaga”, yang mana seharusnya “ketiga”. Pada paragraf dua bagian pembahasan mengenai Sikap Negatif terhadap Bahasa Nasional Kita, terdapat kata “mendasar” yang mana seharusnya “mendasari” dan pada paragraf lima terdapat kata “Paling baik lagi” yang terasa kurang pas, seharusnya “lebih baik lagi”. Meskipun terdapat beberapa kesalahan teknik dan pemilihan kata, secara keseluruhan artikel tersebut sudah dapat dikatakan baik.

Raden Firda Siti Humaeroh (2115091875). ^__^

KEBULAN mengatakan...

Komentar oleh: Rawdotul Jannah

Setelah membaca mind map dan pengembangan yang dibuat oleh Fify, dapat dikatakan bahwa keduanya sudah sejalan. Pengembangan artikel ilmiah yang dibuat ini sudah sesuai dengan mind map-nya. Fify menuliskan paragraf demi paragraf secara runtut dan lengkap. Setiap pembahasan dibahas secara detail dan rapi. Fungsi dari tiap bagian sudah sesuai. Pendahuluan berfungsi untuk mengutarakan masalah yang ingin dibahas. Isi berfungsi sebagai penjelasan terhadap materi yang ingin dijelaskan. Kesimpulan berfungsi untuk menjawab permasalahan yang ada. Penalaran dalam artikel ini, yaitu penalaran deduktif yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus, yaitu penjelasan terlebih dahulu, kemudian ditarik kesimpulannya. Namun, terdapat beberapa kesalahan dalam pemilihan kata dan kesalahan dalam tanda baca. Misalnya, pada kalimat pertama, kata di tahun kurang tepat. Seharusnya, kata di diganti dengan kata pada. Di samping itu, kurangnya pemakaian tanda koma sebelum kata yaitu dan kurangnya tanda koma sesudah kata namun dan padahal pada kalimat-kalimat tertentu. Selebihnya, tulisan ini sudah baik.

KEBULAN mengatakan...

Komentar oleh: Rawdotul Jannah

Setelah membaca mind map dan pengembangan yang dibuat oleh Fify, dapat dikatakan bahwa keduanya sudah sejalan. Pengembangan artikel ilmiah yang dibuat ini sudah sesuai dengan mind map-nya. Fify menuliskan paragraf demi paragraf secara runtut dan lengkap. Setiap pembahasan dibahas secara detail dan rapi. Fungsi dari tiap bagian sudah sesuai. Pendahuluan berfungsi untuk mengutarakan masalah yang ingin dibahas. Isi berfungsi sebagai penjelasan terhadap materi yang ingin dijelaskan. Kesimpulan berfungsi untuk menjawab permasalahan yang ada. Penalaran dalam artikel ini, yaitu penalaran deduktif yang berangkat dari hal yang umum kepada hal yang khusus, yaitu penjelasan terlebih dahulu, kemudian ditarik kesimpulannya. Namun, terdapat beberapa kesalahan dalam pemilihan kata dan kesalahan dalam tanda baca. Misalnya, pada kalimat pertama, kata di tahun kurang tepat. Seharusnya, kata di diganti dengan kata pada. Di samping itu, kurangnya pemakaian tanda koma sebelum kata yaitu dan kurangnya tanda koma sesudah kata namun dan padahal pada kalimat-kalimat tertentu. Selebihnya, tulisan ini sudah baik.