Jumat, 30 Desember 2011

TUGAS ARTIKEL ILMIAH SITI LUTFIAH

1.4 Mind Map Artikel Ilmiah


TUGAS ARTIKEL ILMIAH SITI LUTFIAH



Pergeseran Bahasa Daerah dalam Komunikasi Lintas Budaya
Oleh Siti Lutfiah

Hinggga saat ini, komunikasi lintas budaya menjadi sangat menarik untuk dikaji karena keanekaragaman penutur dalam masyarakat. Menurut Paul Ohoiowutun secara kebahasaan komunikasi lintas budaya terjadi karena adanya transmigrasi, hubungan perdagangan, diplomasi dan tali pernikahan antar budaya. Harus diakui bahwa saat ini, di negara-negara yang memiliki banyak sekali kebudayaan daerah seperti di Indonesia, sering mengalami peristiwa komunikasi lintas budaya. Tidaklah mengherankan jika di Indonesia kini, anak-anak yang berdarah campuran, tidak dapat menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu)-nya sendiri. Dalam hal ini, percampuran yang terjadi tidak hanya antar suku di Indonesia. Percampuran antar negara pun termasuk ke dalam masalah komunikasi lintas budaya.
Tidak mustahil jika suatu saat nanti akan ada satu bahasa dari satu suku dan budaya tertentu yang akan mengalami kepunahan karena pergeseran tersebut. Padahal, salah satu keunikan dan kemenarikan negara Indonesia terletak pada keberanekaragaman budaya dan bahasanya. Dapat diibaratkan seperti sayur tanpa garam Indonesia kelak, jika keberanekaragaman budaya dan bahasanya satu persatu hilang.

·         Hubungan Komunikasi Lintas Budaya dengan Pergeseran Bahasa Daerah
Komunikasi lintas budaya ini, pada umumnya berfokus pada bagaimana bahasa digunakan dalam masyarakat yang berbudaya ganda sedangkan pergeseran bahasa terjadi karena adanya komunikasi lintas budaya. Memang tidak dapat dipungkiri, di Indonesia kini permasalah tersebut begitu berkembang pesat. Hanya saja, kita sangat perlu mencegah hal tersebut terjadi. Kenapa? Karena kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia, patut mempertahankan keberanekaragaman budaya dan bahasa yang menjadi ciri dan mahkota kebanggaan bangsa ini.
Menurut Fishman (1972) , pergeseran sebenarnya terjadi pada keturunan ketiga atau keempat setelah pelaku komunikasi lintas budaya tersebut mulai memudar bahasa ibunya. Hal tersebut digambarkan oleh Fishman dalam alur pergeseran sebagai berikut:

Pada kotak-kotak tersebut digambarkan bagaimana pergeseran terjadi. Di mana pada awalnya seseorang hanya memiliki bahasa ibu, kemudian memeroleh bahasa kedua, selanjutnya mahir dalam menggunakan bahasa kedua sehingga tak lagi mempergunakan bahasa ibu. Dan pada akhirnya terbentuklah suatu kemonolingualan dari bahasa kedua.
Hal itulah yang sering terjadi di Indonesia. Misalnya saja, pada kasus yang dialami oleh penulis makalah ini sendiri. Penulis terlahir dari keluarga percampuran antara suku Jawa (Jawa Solo) dengan suku sunda (Banten). Selama hidupnya penulis tidak pernah menggunakan bahasa Jawa (Jawa Solo) sama sekali, bahkan mengerti pun tidak. Bahasa ibu yang diketahui oleh penulis hanyalah bahasa sunda, yaitu bahasa yang diturunkan dari sang ayah. Meskipun ibu mengerti bahasa Jawa, beliau sama sekali tidak pernah menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari. Dominasi bahasa Sunda yang terlihat pada keluarga penulis.
Berdasarkan contoh tersebut, pergeseran terjadi karena adanya pernikahan antar budaya, yang mengakibatkan salah satu pihak menyesuaikan dengan bahasa ibu yang dimiliki pihak lain, kemudian terjadilah kemonolingualan dari pemerolehan bahasa kedua, dan pada akhirnya keturunan berikutnya tidak lagi memiliki 2 bahasa ibu.
Selain dari permasalahan-permasalahan yang telah dijabarkan. Terdapat faktor lain yang mengakibatkan terjadinya pergeseran bahasa, yaitu seperti penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa bangsa Indonesia terdiri atas beragam budaya dan bahasa maka tentu saja bahasa Indonesia merupakan alat yang dipergunakan untuk memersatukan segala perbedaan tersebut, termasuk dalam berkomunikasi lintas budaya. Namun penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi pun, sebenarnya dapat menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa ibu.
Contohnya, seperti yang terjadi pada artis Cinta Laura. Cinta Laura adalah salah satu artis berdarah campuran Indonesia (Bali) -Jerman. Sejak kecil ia dibesarkan dengan bahasa kedua dari ayah yaitu bahasa Inggris, yang merupakan bahasa komunikasi sehari-hari di dalam keluarga Cinta Laura. Cinta Laura tidak dapat berbahasa Ibu (bahasa Bali), sehingga dalam berkomunikasi di Indonesia ini, dia menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia. Bahasa Indonesianya pun tidak begitu fasih, bahkan terkadang menyisipkan bahasa Inggris dalam berkomunikasi atau kita lebih mengenal dengan sebutan kebarat-baratan.
Bila dilihat dari sudut padang kekomunikatifan berbahasa, mungkin peristiwa yang terjadi pada Cinta Laura tidaklah salah, karena yang penting dalam berkomunikasi lisan adalah apakah lawan berbicara kita mengerti maksud yang ingin disampaikan. Namun apabila dilihat dari segi sosiolinguistik, terutama aspek yang menjadi bahasan artikel ini yaitu pergeseran bahasa daerah. Peristiwa yang terjadi pada Cinta Laura termasuk ke dalam pergeseran bahasa daerah. Cinta Laura tidak dapat berbahasa ibu (bahasa Bali).
Dari kedua kasus tersebut, sebenarnya dapat diambil satu garis yang sama. Bahwa peristiwa semacam ini, dikembalikan lagi kepada orang tua yang mengajarkan kita berbahasa. Apakah di dalam keluarga yang memiliki percampuran suku atau negara  mendapatkan pembelajaran mengenai bahasa ibu secara merata dan setara. Biasanya orang tua cenderung mengajarkan bahasa yang komunikatif terlebih dahulu dan melupakan bahasa ibu untuk diajarkan kepada anak-anaknya, kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran bahasa kedua yang dianggap lebih memiliki suatu kebanggaan tertentu dalam penggunaannya.
Pada dasarnya semua bahasa itu sama dan memiliki kedudukan yang sama (Paul Ohiowutu, 2002 dalam Sosiolinguistik memahami bahasa dalam konteks masyarakat dan kebudayaan 99-100). Namun terkadang penafsiran kita salah terhadap suatu kedudukan bahasa. Bahasa daerah cenderung dinilai rendah dan kampungan bagi sebagian masyarakat kita. Padahal tanpa adanya bahasa daerah maka bahasa nasional bahasa Indonesia tak akan pernah ada dan keunikan negara kita salah satunya terletak pada keberagaman bahasa, mulai dari Sabang hingga Merauke.

·         Peran Pemertahanan Bahasa terhadap Pergeseran Bahasa Daerah
Berdasarkan penjelasan mengenai pergeseran diatas yang mengacu pada kepunahan suatu bahasa. Maka sangat diperlukan pemertahanan bahasa, agar kepunahan tersebut tidak terjadi. Pemertahanan bahasa merupakan suatu sikap di mana, tetap menjaga dan melestarikan suatu bahasa. Pemertahanan bahasa daerah di era globalisasi ini sangatlah diperlukan. Kenapa? Karena seiring berkembangnya era globalisasi,  berkembang pula pola pikir manusia. Pola pikir manusia saat ini cenderung mengarah pada pola pikir masyarakat Barat,. Segala sesuatu yang berbau barat/ luar negeri dianggap lebih memiliki nilai keprestisan yang begitu tinggi. Bisa kita lihat pada contoh pembahasan sebelumnya. Memang tak dapat dipungkiri bahwa saat ini, setiap individu dituntut untuk memiliki kemahiran dalam berbahasa asing Namun hal tersebut harus diimbangi dengan sikap tidak mengabaikan pelestarian bahasa daerah.
Kita dapat ambil contoh pemertahanan bahasa daerah yang terjadi di daerah Sukaraja Bogor dan Petir Banten. Di daerah tersebut, masyarakatnya menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Sunda. Bahasa Sunda yang dipergunakan pun terbilang berbeda dengan bahasa Sunda dialek Bogor dan Banten pada umumnya, yaitu selalu diakhiri oleh kata “Jing” dalam setiap kalimatnya. Dalam berkomunikasi pun sampai saat ini, mereka masih menggunakan akhiran tersebut dan tetap memertahankan kekhasan bahasa sundanya itu.
Menurut Sumarsono pada kasus seperti di atas itu, terdapat 4 faktor yang menyebabkan terjadinya pemertahanan di daerah tersebut. pertama, wilayah permukiman mereka terkonsenterasi pada satu tempat yang secara geografis terpisah dari daerah lainnya. Kedua, adanya toleransi dalam berkomunikasi yang terjadi antara masyarakat di daerah kota dengan masyarakat daerah permukiman dalam. Ketiga, adanya loyalitas yang tinggi antara penutur dengan bahasa yang dipergunakan. Keempat, di dalam komunikasi intrakelompok tetap dipergunakan bahasa daerahnya tersebut.


·         Optimalisasi peranan masyarakat dalam memertahankan bahasa daerah
Optimalisasi peranan masyarakat dalam memertahankan bahasa daerah sebenarnya sangat erat kaitannnya dengan sikap masyarakat. Hal ini berkaitan dengan bagaimana masyarakat dalam bersikap terhadap berkembang pesatnya era globalisasi. Menurut Garvin dan Mathiot (1968) terdapat 3 sikap bahasa. Pertama, kesetiaan bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. Kedua, kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat. Ketiga, kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). Apakah sikap tersebut telah ada pada diri kita?  Karena bila sikap-sikap tersebut belum ada, kemungkinan suatu bahasa itu punah pasti ada.
Begitu besar peran masyarakat dalam pengoptimalan sikap pemertahanan bahasa, terhadap pergeseran bahasa di era globalisasi saat ini. Mengapa demikian? Karena banyak masyarakat yang mulai bersikap negatif terhadap bahasa daerah. Tak ada lagi rasa bangga terhadap bahasa derahnya sendiri, dan cenderung mengalihkan rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan milik kita.
Berkenaan dengan sikap-sikap negatif tersebut, sejalan dengan yang dikatakan oleh Halim (1978:7) tentang bagaimana cara mengubah sikap negatif, yaitu melalui pendidikan bahasa. Namun itu saja tidaklah cukup, karena perlu diimbangi dengan adanya motivasi dalam diri untuk menumbuhkan rasa bangga berbahasa daerah dan rasa memiliki bahasa daerah. Selain daripada pendidikan bahasa dan motivasi, pengaplikasiaan bahasa daerah dalam berkomunikasi pun sangat diperlukan.

·         Kesimpulan
Bersandar pada sejumlah hal yang telah disebutkan, seperti pentingnya peran pemertahanan bahasa, dan optimalisasi sikap pemertahanan adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari komunikasi lintas budaya, penyebab pergeseran bahasa daerah. Maka hendaklah dipertimbangkan kembali hal-hal tersebut, sebagai satu upaya untuk mencegah terjadinya kepunahan suatu bahasa daerah di Indonesia.
Namun jangan sampai hal tesebut, membentuk  suatu sikap antipati dan tertutup terhadap perkembangan yang ada. Bahkan seharusnya menjadikan kita lebih cermat dalam menyaring berbagai macam perkembangan di era globalisasi ini. Jangan sampai menjadikan kita malah terseret dalam arus globalisasi yang berkembang begitu pesat.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 1995. Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesain Blanc.




3 komentar:

KEBULAN mengatakan...

artikel ilmiah yang ditulis oleh Siti Lutfiah sudah cukup baik. Tetapi yang saya ingin tanyakan, didalam pembahasan dikatakan Cinta Laura tidak bisa menngunakan bahasa ibu yaitu bahasa Bali. apakah bahasa ibu itu merupakan bahasa yang ditentukan oleh asal daerah ibu kita ? bukankah bahasa ibu merupakan bahaasa pertama yang didapat ?

Gesa Nurdiyanti
2115091880/3b

Hety Rahmawati 3B mengatakan...

Siti Lutfiah telah menulis artikel ilmiah dengan tema yang menarik. Setiap ulasan mengandung gagasan yang bernalar, diikuti contoh-contoh atau fakta yang terjadi di kehidupan nyata. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti. Kesimpulan yang ditulis pun menjawab masalah.

Anonim mengatakan...

(SITI LUTFIAH)

terima kasih untuk masukan yang diberikan saudari gesa dan hety. Saya ingin menjawab pertanyaan dari saudari gesa, sebelumnya pertanyaannya begitu bagus. Memang bahasa ibu bukanlah bahasa tempat asal ibu kita tinggal, namun bahasa pertama yang kita, biasanya kita sebut bahasa ibu. Dan umumnya bahasa yang didapat pertama kali memang bahasa daerah kedua orang tua kita tinggal. namun dalam kasus ini, kita harus lebih jeli dalam membedakan pengertian bahasa ibu, bahasa pertama, bahasa asal dan sebutan lain untuk B1. Dalam hal ini, B1 dilihat dari asal daerah si pengguna bahasanya, bukan hanya dilihat dari segi bahasa apa yang didapatkan pertama kalinya. sekian jawaban dari saya... sekali lagi terima kasih atas komentarnya, karena dapat membuat saya lebih maju lagi dalam meningkatkan keterampilan menulis... :)