Yunita Lestari
2115091881
3B
Etika Berbahasa dan Budaya
Masyarakat Jawa
oleh
Yunita Lestari
1. Pendahuluan
Bahasa merupakan salah satu alat
komunikasi atau interaksi. Dalam berkomunikasi antar manusia diperlukan suatu
bahasa yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Seperti diketahui bahwa setiap norma ini berkaitan erat dengan budaya yang ada
dalam masyarakat. Pada zaman globalisasi sekarang ini, norma berbahasa mungkin
telah terkikis oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, budaya
dalam masyarakat haruslah dapat tetap dilestarikan dan dibudayakan seperti halnya
dalam etika berbahasa. Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode
bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu
masyarakat[1].
Akan tetapi, jika melihat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat
ini dapat diasumsikan bahwa etika berbahasa mulai diragukan pengunaannya dalam budaya masyarakat tertentu. Oleh karena
itulah, pada tulisan ini akan dibahas mengenai etika berbahasa dan budaya
masyarakat yang dikhususkan pada budaya masyarakat Jawa.
2. Etika Berbahasa
Sebelum membahas mengenai etika
berbahasa ada baiknya membicarakan terlebih dahulu mengenai arti dari bahasa
itu sendiri. Kridalaksana mengungkapkan bahwa bahasa adalah sistem lambang
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri[2].
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu kegunaan dari bahasa adalah
sebagai komunikasi.
Dalam berkomunikasi sangat
diperlukan kemampuan dalam berbahasa yang baik. Apabila seseorang tidak mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi dapat mengakibatkan renggangnya relasi atau
hubungan antar sesama. Hal ini berkaitan pula dengan etika berbahasa.
Masinambouw mengatakan bahwa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana
berlangsungnya interaksi manusia dalam masyarakat, maka berarti di dalam tindak
laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu.
Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut etika
berbahasa[3].
Etika berbahasa inilah yang menjadi
suatu tolok ukur bagaimana cara seseorang dalam berbicara sesuai dengan waktu,
tempat, lawan bicara, dan suatu budaya yang terdapat dalam masyarakat.
Seseorang dapat dikatakan pandai dalam berbahasa apabila orang tersebut telah
menguasai etika berbahasa. Etika berbahasa dapat pula diketahui dengan kualitas
suara dan sikap fisik dalam berkomunikasi.
3. Hubungan Bahasa dan Budaya
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya
didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,
sikap, makna, dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu
dan kelompok[4].
Dengan kata lain budaya diturunkan secara turun-temurun dan merupakan suatu
sistem yang terdapat dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya dapat berupa
bahasa, kegiatan, perilaku suatu kelompok yang bernaung di suatu daerah.
Bahasa merupakan alat utama yang
digunakan budaya untuk menyalurkan kepercayaan, nilai, dan norma[5].
Bahasa yang merupakan alat komunikasi dapat berperan secara langsung dalam
pembentukan suatu budaya melalui interaksi manusia. Dengan adanya bahasa maka
kebudayaan dapat diwujudkan dalam suatu masyarakat karena bahasa selain
berfungsi dalam proses komunikasi, bahasa berfungsi sebagai acuan untuk melihat
realita sosial yang ada.
Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa
bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, atau dengan kata lain bahasa itu di
bawah lingkup kebudayaan[6].
Jadi, hubungan bahasa dan kebudayaan adalah bahasa dibawah lingkup dari
kebudayaan yang berarti memiliki hubungan subordinatif. Kebudayaan merupakan
suatu sistem yang mengatur adanya interaksi manusia dalam suatu masyarakat
sedangkan kebahasaan merupakan suatu sistem yang mempunyai fungsi sebagai alat
dari kelangsungan interaksi manusia tersebut.
4. Budaya Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa
dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan
intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal
dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang
kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan
status sosialnya di masyarakat[7].
Kunjaraningrat
membagi masyarakat Jawa atas empat tingkat, yaitu (1) wong cilik, (2) wong
sudagar, (3) priyayi, dan (4) ndara, sedangkan Clifford Geertz membagi
masyarakat Jawa menjadi tiga tingkat, yaitu (1) priyayi, (2) bukan priyayi
tetapi berpendidikan dan bertempat tinggal di kota, dan (3) petani dan orang
kota yang tidak berpendidikan[8].
Dari penggolongan tersebut tampak dengan jelas perbedaaan tingkat dalam
masyarakat tutur bahasa Jawa. Dari tingkatan tersebut, masyarakat Jawa
menggunakan berbagai variasi dan ragam bahasa tergantung dari tingkatan atau
status sosial dari orang tersebut.
Variasi
bahasa tersebut berbeda pula apabila terjadi percakapan antara tingkat sosial
yang berbeda. Misalnya ketika wong sudagar berbicara dengan priyayi ataupun
ndara akan berbeda pula jika wong cilik berbicara dengan priyayi atau ndara.
Pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih
tinggi, yaitu karma; dan yang tingkat sosialnya lebih tinggi menggunakan
tingkat bahasa yang lebih rendah, yaitu ngoko[9].
Hal inilah yang menjadi ciri khas dari budaya pertuturan masyarakat Jawa.
Masyarakat Jawa mengenal adanya perbedaan pertuturan berdasarkan tingkatan atau
status sosial dalam masyarakat.
5. Etika Berbahasa dan Budaya
Masyarakat Jawa
Etika
berbahasa berkaitan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Etika berbahasa
menjadi suatu tolok ukur bagaimana cara seseorang dalam berbicara sesuai dengan
waktu, tempat, lawan bicara, dan suatu budaya yang terdapat dalam masyarakat.
Seseorang dapat dikatakan pandai dalam berbahasa apabila orang tersebut telah
menguasai etika berbahasa. Budaya merupakan suatu sistem yang berlaku dalam
suatu masyarakat dan mengatur interaksi antar manusia.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
dalam masyarakat Jawa dikenal adanya unggah-ungguh yang artinya bahwa
masyarakat Jawa menggunakan pertuturan sesuai dengan tingkatan atau status
sosial dalam masyarakat. Pemakaian suatu bahasa dapat mencerminkan budayanya.
Etika berbahasa berkaitan erat dengan budaya yang terdapat dalam masyarakat.
Masyarakat Jawa masih menggunakan bahasa jawa sesuai dengan budaya yang ada,
yakni dengan menggunakan unggah-ungguh. Hal ini berarti, budaya Masyarakat Jawa
memiliki suatu etika berbahasa yang berfungsi sebagai suatu pedoman bagi
seseorang dalam berbahasa.
Masyarakat Jawa menggunakan bahasa
sesuai dengan waktu, tempat, lawan bicara, dan budaya yang terdapat dalam
daerahnya. Budaya dalam masyarakat Jawa
sampai saat ini masih digunakan oleh sebagian besar masyarakatnya. Pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi belum begitu berpengaruh pada
perkembangan bahasa Jawa. Akan tetapi, perkembangan zaman yang selalu dinamis
harus tetap diikuti dengan pelestarian bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional negara Republik Indonesia.
6. Kesimpulan
Bahasa
yang merupakan alat komunikasi dapat berperan secara langsung dalam pembentukan
suatu budaya melalui interaksi manusia. Budaya merupakan suatu sistem yang
berlaku dalam suatu masyarakat dan mengatur interaksi antar manusia. Etika
berbahasa berkaitan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Etika berbahasa
menjadi suatu tolok ukur bagaimana cara seseorang dalam berbicara sesuai dengan
waktu, tempat, lawan bicara, dan suatu budaya yang terdapat dalam masyarakat.
Seseorang dapat dikatakan pandai dalam berbahasa apabila orang tersebut telah
menguasai etika berbahasa.
Masyarakat Jawa sebagian
besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa
memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara
dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Pemakaian suatu
bahasa dapat mencerminkan budayanya. Etika berbahasa berkaitan erat dengan
budaya yang terdapat dalam masyarakat. Masyarakat Jawa masih menggunakan bahasa
jawa sesuai dengan budaya yang ada, yakni dengan menggunakan unggah-ungguh. Hal ini berarti, budaya masyarakat
Jawa memiliki suatu etika berbahasa yang berfungsi sebagai suatu pedoman bagi
seseorang dalam berbahasa. Pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi belum begitu berpengaruh pada
perkembangan bahasa Jawa. Perkembangan zaman yang selalu dinamis harus tetap
diikuti dengan pelestarian bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional negara Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul dan Agustina, Leonie.2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sihabudin,
Ahmad. 2011. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta:
Bumi Aksara
[1]
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik
Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 172.
[2]
Abdul Chaer, Linguistik Umum,
(Jakarta: PT Rineka Cipta,2007), hlm.32.
[3]
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, op. cit,
hlm. 172.
[4]
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.19.
[5]
Ibid., hlm.28.
[6] Abdul
Chaer dan Leonie Agustina, op. cit,
hlm. 165.
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa
[8]
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, op. cit,
hlm. 39.
[9]
Ibid.,hlm.39.
2 komentar:
Komentar oleh: Rawdotul Jannah
Sebelum membaca pengembangan artikel ilmiah yang dibuat oleh Yuyun, saya membaca mind map-nya dulu. Namun, mind map-nya tidak dapat terlihat dengan jelas sehingga tidak dapat membedakan antara mind map dengan pengembannya. Berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh Yuyun, saya dapat mengatakan bahwa artikel ilmiah Yuyun sarat akan teori. Dalam hal ini, Yuyun berusaha mengaitkan teori yang ia ungkapkan dengan gagasan yang dimilikinya. Bahasa yang digunakan ialah bahasa baku. Paragraf yang disampaikan sudah saling berhubungan satu sama lain. Penalaran yang digunakan deduktif (umum-khusus), yaitu hal-hal umum dijelaskan terlebih dahulu baru kemudian ditarik kesimpulannya. Sasaran pengembangan sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Pendahuluan untuk menggambarkan masalah yang disampaikan beserta solusi pemecahannya. Isi untuk membahas materi yang ingin disampaikan. Kesimpulan untuk meringkas informasi penting dan menjawab permasalahan yang ada. Secara keseluruahan, tulisan Yuyun sudah baik.
artikel yang dibuat oleh Yunita menurut saya sudah memenuhi kriteria tulisan yang baik, namun sayangnya ketika Yunita meneyebutkan "Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat", tidak dilampirkan contoh bahasanya, sehingga jurang mendalam pada tahap analisis. namun lebih dari itu, tulisan yang sarat teori ini cukup banyak memberikan referensi bagi pembacanya
Posting Komentar