Aplikasi Teori Resensi Gorys Keraf dalam Resensi
“Dongeng Zaman Pancaroba” Karya Bonnie Triyana dan Arif Zulkifli
Anisa Lastari
Menulis sebuah resensi tentunya harus mengikuti kaidah yang berlaku agar dapat menjadi sebuah tulisan yang tidak saja menarik namun juga memberikan manfaat bagi pembacanya. Dalam hal ini, penulisan resensi, yang tujuan utamanya adalah “memasarkan” dan memberikan pertimbangan mengenai sebuah karya tentunya haruslah mengandung unsur-unsur tertentu agar tujuan penulisan resensi dapat dicapai. Menurut Gorys Keraf dalam buku Komposisi terdapat pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya, hal-hal tersebut meliputi; latar belakang, macam atau jenis buku, keunggulan buku, nilai buku, dan penerapan. Berangkat dari kelima hal di atas, penulis akan mencoba menganalisis sebuah resensi berjudul “Dongeng Zaman Pancaroba” yang ditulis oleh Bonnie Triyana (Seorang sejarawan sekaligus pemimpin redaksi majalah Historia Online) dan Arif Zulkifli.
Dongeng Zaman Pancaroba merupakan sebuah resensi buku berjudul Hotel Pro Deo karangan Remy Sylado. Peresensi (Bonnie Triyana dan Arif Zulkifli) memulai penulisan resensinya dengan menuliskan cuplikan novel Hotel Prodeo. Meskipun sekilas, peresensi dapat merangkum isi novel tersebut dengan menarik dan penceritaan yang baik. Hal ini sejalan dengan teori Gorys Keraf mengenai pokok-pokok sebuah resensi, yaitu menyajikan latar belakang karya yang akan diresensi. Dengan begitu pembaca langsung disuguhi dengan intisari karya tersebut sebelum kemudian masuk ke dalam ulasan-ulasan peresensi mengenai buku tersebut. Tak lupa di bagian terpisah peresensi menuliskan identitas buku sebagai pengenalan awal pembaca mengenai buku tersebut. Identitas buku yang disajikan peresensi meliputi; judul buku, penulis, penerbit, terbitan/cetakan, ketebalan buku, serta gambar muka buku tersebut. Hal ini tentu dapat menambah gambaran pembaca mengenai buku yang diresensi, dan dimaksudkan untuk menarik minat pembaca terhadap buku tersebut.
Gorys Keraf dalam buku Komposisi menulis, “Penulis resensi yang mengabaikan pertanyaan pembaca mengenai klasifikasi buku (sengaja atau tidak) sudah gagal dalam melaksanakan tugasnya. Ia harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana”. Dalam Dongeng Zaman Pancaroba, meskipun secara eksplisit, peresensi sudah menunjukan klasifikasi buku tersebut, pertama-tama yaitu dengan menuliskan sinopsis buku tersebut di awal tulisan, tentu saja pembaca dapat lebih mudah mengenali klasifikasi buku ini semenjak membaca sinopsisnya yang berupa untaian karangan fiksi , lebih jelasnya peresensi menuliskan “Sebagaimana novel-novelnya yang terbit lebih mula, Ca Bau Kan (2002), dan Kembang Jepun (2003), Remy selalu menghadirkan romantika kehidupan manusia dalam kungkungan jiwa dan problematik zamannya masing-masing”. Kalimat-kalimat di atas menyiratkan bahwa Hotel Pro Deo pun merupakan sebuah novel, sama dengan dua buku yang ditulis Remy sebelumnya yaitu Ca Bau Kan dan Kembang Jepun. Adapun sesuai dengan teori Gorys, dengan mengklasifikasikan buku yang diresensinya, peresensi dapat membuat pembaca melakukan perbandingan-perbandingan dan menimbulkan keinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang isi buku tersebut secara terperinci.
Secara garis besar, peresensi membuat ulasannya berdasarkan 2 hal, yaitu isi buku dan kepengarangan. Mulanya peresensi menbahas cerita dalam Hotel Pro Deo dan memberikan komentar terhadap hal tersebut, salah satunya ketika peresensi membandingkan kisah dalam novel ini dengan peristiwa sejarah yang betul-betul pernah terjadi di Indonesia, dan kemudian persensi menulis “Bagaimanapun, novel ini karya fiksi hasil karya imajinatif, bukan karya sejarah yang mendasarkan kisah pada fakta”, dari segi kepengarangan, peresensi membahas agak sedikit mendalam mengenai pengarang buku, Remy Sylado, dan tak segan menuliskan kelebihan-kelabihan Remy dalam meramu novel ini. Seperti misalnya dengan memberikan pandangan bahwa menurutnya Remy mampu mengembalikan prinsip novel sebagi cerita meskipun konteks novelnya merupakan kisah yang erat dengan sejarah dan sangat mampu menjerumuskan pengarangnya untuk mengabaikan prinsip-prinsip sebuah cerita dan malah bernafsu membedah sejarah itu sendiri berdasarkan pandangannya.
Kemudian peresensi juga memuji kepengarangan Remy Silado yang mengutamakan isi namun sekaligus tidak mengabaikan bentuk, terbukti ketika novel yang tergolong tebal ini menurut peresensi tidak menyesatkan pembaca, karena Remy membaginya dalam bab-bab singkat, namun tetap menarik meskipun tingkat kompleksitasnya juga tinggi. Dua pokok bahasan yang dituliskan peresensi tersebut, isi buku dan kepengarangan, dapat dinilai sebagai aplikasi pokok-pokok sasaran penilaian yang harus ada dalam sebuah resensi, yaitu keunggulan buku. Karena dengan mengulas dua hal pokok tersebut, peresensi sekaligus menonjolkan kelebihan buku yang dinilainya paling kuat terasa berada di isi buku dan kepengarangan. Dengan menonjolkan kelebihan buku baik secara implisit atau eksplisit di dalam resensi tentu saja dapat menambah kekayaan sebuah resensi dan dengan jitu mencapai sasaran dibuatnya sebuah resensi. Karena pada dasarnya, ketika pembaca membaca resensi mengenai sebuah karya, tentunya mereka menginginkan ulasan yang mendalam dan dapat dipercaya sebagai pertimbangan baik atau tidaknya karya tersebut dibeli, ditonton, dan atau dinikmati.
Pada akhirnya hal yang paling disoroti oleh pembaca dalam sebuah resensi adalah penilaian peresensi sendiri terhadap buku yang diulasnya. Karena tentunya seorang peresensi telah membedah buku atau karya tersebut dan dipercaya untuk memberikan penilaian sebagai pertimbangan awal pembaca, dan resensi yang baik tentu saja bukan hanya berisikan pujian guna meningkatkan nilai jual karya yang diresensi namun juga berisikan saran dan kritikan yang bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan pertimbangan dan juga masukan bagi pengarang buku tersebut. Seperti yang dituliskan Gorys Keraf “Tugas pokok penulis resensi adalah memberi sugesti kepada para pembaca apakah sebuah buku patut dibaca atau tidak”. Hal ini juga diterapkan peresensi dalam Dongeng Zaman Pancaroba, yaitu dengan secara imlplisit menuliskan “Bagaimanapun Hotel Pro Deo sebuah novel yang menghibur, terlebih ketika menemukan cerita tentang aktor-aktor kejahatan kemanusiaan produk Orde Baru berakhir di hotel prodeo. Tentu sayang seribu sayang kisah tersebut Cuma bisa ditemui di novel, bukan di alam yang sesungguhnya, tempat banyak pelaku kejahatan hak asasi manusia lenggang kangkung hidup untung”, sedang kritikan dalam resensi hampir sulit ditemukan kecuali sepenggal saja ketika peresensi menuliskan “Ada sedikit keganjilan di balik keberhasilan Remy menangkap jiwa zaman (zeitgeist) sebuah periode yang atraktif untuk diriwayatkan”. Namun hal ini dapat dipahami ketika mengenali peresensi yang merupakan sejarawan sekaligus pemimpin sebuah redaksi majalah, sehingga pandangannya mengenai buku tersebut seharusnya telah proporsional dan profesional ketika lebih banyak menonjolkan keunggulan buku, bukan sebaliknya.
Hal terakhir yang menurut Gorys Keraf juga merupakan pokok penilaian sasaran sebuah karya ialah penerapan, yang dapat diartikan sebagai teknik dan sistematika penulisan resensi. Teknik penulisan resensi tentu saja merupakan hal yang juga berpengaruh besar untuk mencapai tujuan ditusnya sebuah resensi. Apabila sebuah resensi ditulis secara tepat, tentu saja pesan di dalamnya akan lebih mudah sampai kepada pembaca. Dongeng Zaman Pancaroba merupakan sebuah resensi novel, maka hal yang tentu tepat ketika peresensi mengawali tulisannya dengan meyuguhkan sinopsis novel tersebut, sehingga pembaca langsung ditarik ke inti pusara novel tersebut. Kemudian peresensi memulai ulasannya dengan membuat pembaca membandingkan isi novel dengan tragedi sejarah yang benar-benar pernah terjadi, sehingga keingintahuan pembaca semakin meningkat dan tentu menimbulkan sugesti kepada para pembaca karena merasa “dekat” dengan kisah di dalam novel tersebut. Kemudian, peresensi mulai mengenalkan pengarang novel dan kepengarangannya serta hal-hal menarik lainnya mengenai pengarang yang juga meningkatkan minat pembaca untuk membaca novel tersebut. Hampir secara kesuluruhan dari awal hingga akhir peresensi menonjolkan kelebihan-kelebihan novel ini, yang kemungkinan dengan tujuan memikat pembaca, namun sekilas pembaca sendiri dapat menilai bahwa peresensi sejatinya juga telah terpikat pada novel ini. Teknik penulisan resensi semacam ini, dengan menonjolkan banyak kelebihan buku, tentu saja dapat menarik minat pembaca, namun ada hal yang bisa jadi luput dari peresensi, yaitu memberikan pembanding, baik berupa buku sejenis maupun teori yang sesuai dengan penulisan novel, sebagai bahan pertimbangan yang lebih nyata bagi pembaca. Namun kelengkapan resensi apabila dinilai berdasarkan teori Gorys Keraf mengenai pokok-pokok sasaran penilaian sebuah buku atau karya (latar belakang, macam atau jenis buku, keunggulan buku, nilai buku, dan penerapan) tentu telah sesuai dan mewakili kesemuanya.
ANISA LASTARI
3B
2115091103
2 komentar:
Analisis resensi yang dibuat oleh penulis baik, karena sesuai dengan teori resensi . Dibagian pendahuluan, penulis membuka dengan teori resensi. Dari segi teknik penulisan serta isi, penulis meramu dengan bahasa yang mudah dimengerti. Namun disayangkan, argument yang disampaikan penulis tidak menyebutkan teori terkait dan terkesan subyektif seperti pada paragraph 5 kalimat terakhir. Pemaparan proporsi antara kelemahan dan kelebihan buku tidak seimbang, secara keseluruhan, penulis menyampaikan analisisnya telah sesuai dengan teori resensi yang ada.
Hilda Septiani (2115090050)
Komentar penulis dalam menganalisis resensi Dongeng Zaman Pancaroba dapat dilihat dari segi pengembangan yang dibuat dari kerangka, sistematika, dan teknik penulisannya. Dilihat dari segi pengembangan dari kerangkanya, terdapat beberapa perbedaaan antara kerangka (perencanaan) dan hasil (pengembangan). Perbedaan pertama yaitu, dalam komentar terdapat sasaran-sasaran resensi yakni penerapan akan tetapi di kerangka tidak terdapat penerapan. Sasaran-sasaran resensi menurut Gorys Keraf dalam buku Komposisi sebenarnya ada tiga, yakni latar belakang, macam dan jenis buku, dan keunggulan buku. Penerapan yang dimaksudkan oleh komentator adalah teknik dan sistematika yang sebenarnya mencakup dalam keunggulan buku. Kedua, perbandingan buku tidak diperhatikan oleh komentator dalam perencanaan akan tetapi perbandingan buku antara Ca Bau Kan dan Kembang Jepun dengan Hotel Prodeo karya Remy Sylado dituliskan dalam pengembangan. Ketiga, terdapat kekurangan resensi Dongeng Zaman Pancaroba yang tidak diperhatikan oleh komentator yang menuliskan hanya menampilkan keganjilan. “Ada sedikit keganjilan di balik keberhasilan Remy menangkap jiwa, zaman (zeitgeist) sebuah periode yang atraktif untuk diriwayatkan”. Hal ini,berbeda dengan yang dituliskan di dalam kerangka yang menuliskan pemanjangan cerita sebagai kekurangan buku. Bila melihat perbedaan antara pengembangan dan perencanaan tersebut dapat diketahui bahwa adanya ketidaksesuaian antara pengembangan dan perencanaan.
Dari segi sistematika penulisan, komentator sudah cukup baik mengembangkan tulisan. Yang diawali dengan pengenalan dari bagaimana penulisan resensi serta tujuan resensi, lalu analisis resensi yang sesuai dengan teori dari Gorys Keraf, kemudian diakhiri dengan kesimpulan bahwa kelengkapan resensi telah sesuai dengan teori resensi yang ada. Dari teknik penulisannya, komentator sudah baik mengembangkan tulisannya. Terdapat koherensi antar kalimat dan dalam setiap paragraph terdapat pula teori dari Gorys Keraf berikut dengan kutipan resensi Dongeng Zaman Pancaroba. Akan tetapi, terdapat kesalahan pengetikan yang terdapat pada paragraf keempat kalimat kedua yang menuliskan kata kelebihan-kelabihan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara pengembangan dan perencanaan dan komentator sudah cukup baik bila dilihat dari segi sistematika dan teknik penulisan.
Yunita Lestari (2115091881)
Posting Komentar