Jumat, 23 September 2011

Umi Chairunnisa, Komentar Resensi "Dongeng Zaman Pancaroba" oleh Bonnie Triyana dan Arif Zulkifli


Dongeng Zaman Pancaroba di Mata Sejarawan

Dengan ketebalan mencapai 1.016 halaman, Hotel Prodeo menyajikan sebuah fakta yang dirasakan oleh penulisnya bahwa banyak bandit yang berkeliaran di luar penjara.

Dengan judul resensi Dongeng Zaman Pancaroba, sejarawan sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Historia Online, Bonnie Triyana dan temannya Arif Zulkifli menggambarkan dengan singkat bagaimana isi dari novel terbaru Remy Sylado yang berjudul Hotel Prodeo. Dari awal paragraf, penulis resensi ini menjelaskan mengenai sinopsis cerita. Tak banyak yang digambarkan dengan kata, namun siapapun yang membacanya pasti mengerti cerita singkat dari isi novel yang ditulis oleh Remy Sylado tersebut. Seakan memahami, penulis resensi juga mengulas perbandingan novel ini dengan novel-novel sebelumnya yang ditulis oleh Remy Sylado. Penulis menganggap bahwa novel ini tak jauh beda dari novel-novel sebelumnya yang menghadirkan romantika kehidupan manusia dalam konflik perasaan dan problematika zaman yang ikut membelenggu.
Resensi ini pun memberikan data singkat tentang buku, baik itu tentang penulis, penerbit, tahun terbit serta tebal buku yang mencapai 1.016 halaman. Dari ketebalan halaman yang mencapai 1.016 halaman ini, penulis resensi menganggap bahwa Remy Sylado seperti ingin membuktikan sesuatu. Ini memang tepat adanya, karena dengan usia yang sudah tidak muda lagi, rasanya Remy memang memiliki ketahanan tubuh yang luar biasa. Tak hanya itu, apa yang diungkapkan penulis resensi mengenai kepintaran Remy dalam membaca kebiasaan orang Indonesia yang malas untuk membaca novel panjang juga tepat. Setidaknya dilihat dari latar belakangnya, penulis resensi sudah sangat jelas memberi deskripsi mengenai isi, data buku, juga kepengarangannya.
Deskripsi singkat mengenai cerita novel yang disisipkan oleh penulis resensi di awal resensi membuat pembaca resensi akan berpikir bahwa buku dengan ketebalan 1.016 halaman tersebut merupakan sebuah novel. Bahasa yang digunakan oleh penulis resensi pun dianggap jelas dan menarik. Penulis resensi memang tidak menjelaskan secara detil dari awal cerita hingga akhir, namun justru itu yang membuat pembaca tertarik untuk membaca novel karangan Remy Sylado. Selain deskripsi singkat mengenai isi buku, penulis resensi juga dengan baik membuat perbandingan dengan novel-novel Remy Sylado yang terdahulu. Hal ini membuat pembaca semakin tertarik untuk membaca novel ini, karena tema yang diangkat tidak jauh dari percintaan dan konflik batin tokoh-tokohnya seperti di novel-novel karangan Remy Sylado sebelumnya.
Penulis resensi juga dengan sangat jelas menggambarkan keunggulan novel. Penulis resensi mengungkapkan bahwa Remy Sylado menyuguhkan kompleksitas yang tak mudah ditebak. Tak hanya itu, sang penulis resensi yang merupakan sejarawan mengerti dengan baik bagaimana gambaran perubahan zaman dari orde baru ke era reformasi. Karena itu keganjilan-keganjilan yang terjadi dalam novel ini dan berkaitan erat dengan perubahan zaman, dikritik dengan sangat jelas oleh penulis resensi yang juga adalah sejarawan. Dari kelebihan dan kelemahan buku ini patut kiranya bahwa buku ini dianggap menarik oleh penulis resensi. Dengan ketebalan mencapai 1.016 halaman, Hotel Prodeo menyajikan sebuah fakta yang dirasakan oleh Remy Sylado bahwa banyak bandit yang berkeliaran di luar penjara.
Selain menarik, novel ini juga dianggap sebagai novel yang menghibur. Dilihat bagaimana penulis resensi mengagumi pemikiran Remy Sylado yang menyajikan aktor-aktor kejahatan kemanusiaan orde baru yang harus mendekam di dalam hotel prodeo. Meskipun ini hanya sebuah bentuk keinginan, namun dengan sangat jelas penulis resensi juga berharap bahwa itu dapat dijadikan sebuah kenyataan. Mungkin inilah yang menjadikan penulis resensi tertarik untuk meresensi novel karangan Remy Sylado ini.

2 komentar:

ANISA LASTARI mengatakan...

mengahasilkan sebuah tulisan tentu berangkat dari sebuah alur berpikir, baik itu produksi maupun reproduksi. tulisan di atas, yang dibuat sebagai reproduksi, yaitu komentar terhadap sebuah resensi tentu juga memiliki pake-pakem sehingga membentuk tulisan yang apik. penulis memberikan komentar terhadap resensi "Dongeng Zaman Pancaroba" dengan mengkritisi tulisi tersebut dari sistematika penulisan, pembahasan isi, hingga beruaha memaknai penafsiran peresensi sendiri terhadap buku yang diresensinya.
dilihat secara keseluruhan komentar resensi ini sudah baik, dan menarik bila ditinjau dari segi bahasa penulisannya. namun, ada beberapa beberapa hal yang menjadi kekurangan, seperti tidak sesuainya keraqngka tulisan dengan pengembangan tulisan. dalam resensi di atas penulis menuliskan "Pembaca resensi akan berpikir bahwa buku dengan ketebalan 1.016 halaman tersebut merupakan sebuah novel", namun dalam kerangka tulisan, penulis menyebutkan hal yang sebaliknya, "Pembaca tidak akan mengira bahwa ini buku fiksi."
dan apabila dilihat dari teori menulis resensi oleh Gorys Keraf, sistemaitaka penulisan yang dipakai penulis belum sesuai, yaitu seharusnya dimulai dengan latar belakanm, macam dan jenis buku, keunggulan dan kelemahan buku, sampai berakhir di penilaian terhadap buku.

Anonim mengatakan...

keunggulan dan kelemahan buku. Dilihat dari tabelnya dan segi pengembangannya, tulisan Umi juga tidak mengikuti struktur. Namun secara keseluruhan, tulisan Umi dinilai cukup baik Menurut teori Gorys Keraf dalam “Komposisi”, artikel Umi Chairunnisa tidak begitu sesuai dengan teori Gorys Keraf. Awalnya Umi memang menjelaskan mengenai latar belakang. Dimana menjelaskan data singkat mengenai buku yang berada di paragraf kedua. Namun, biodata ini juga diulas oleh Umi pada paragraf ketiga dimana Umi menjelaskan lagi mengenai ketebalan buku yang berjumlah 1016 halaman. Umi juga tidak menjelaskan bagaimana macam atau jenis buku yang diulas dari komentar artikel tersebut.
Cahyo Baskoro
2115091856